11 Apr 2012

Menyesalinya, bolehkah?

Siang itu seperti biasa saya dan 2 teman saya makan di warung langganan kami , bude darmi namanya. Cuacanya mendung waktu itu. Mungkin akan turun hujan. Entah siang itu posisi duduk kami tidak seperti biasanya. Saya yang biasanya duduk membelakangi kaca, siang itu justru menghadap kaca. Sehingga mudah melihat keluar. Baru saja kami menyantap makan siang, hujan mulai turun. Tidak terlalu besar memang.

Selang beberapa waktu, muncul motor dari belokan dekat warung. Brakk.. Motor itu jatuh dan menimpa pengemudinya. Saat itu saya sudah selesai makan tapi belum beranjak karena masih menunggu teman menyelesaikan makannya. Awalnya saya pikir tidak perlu menolongnya, karena tidak lama setelah jatuh, banyak warga yang mengerumuninya. "Ah, cukuplah mereka yang membantunya. Toh sepertinya tidak terlalu parah jatuhnya." 

Tapi, lama kelamaan saya keheranan. Warga yang berkerumun tadi bukannya menolong, mereka malah meneriaki pengemudi itu. Saya tidak begitu mendengarnya karena saya fokus ke pengemudi tersebut. Karena belum ada yang menolong, akhirnya saya mengajak teman saya yang sudah selesai makan untuk menolongnya. Kami berlari kecil mendekati kerumunan. Setelah dekat barulah saya tahu apa yang mereka bicarakan. "Dasar lu, ga inget ama anak istri!". Itulah kira-kira teriakan salah satu dari mereka. Saya belum "ngeh" maksud ucapan itu. Begitu sampai, saya langsung membangunkan motornya dan mendorongnya ke tempat yang lebih jauh. Lalu teman saya mengangkat pengemudi tersebut. 

Ketika akan diangkat, tiba-tiba pengemudi tersebut berkata "udah mas, ga usah di tolong. Apa-apaan sih, orang ga papa juga". Matanya merah, tubuhnya gontai, bau alkohol. "Oh, jadi orang ini mabuk". Dan saya baru tahu siapa dia setelah helmnya di lepas. Ternyata dia warga setempat yang punya banyak anak, dan baru pulang entah dari mana. Tidak lama kemudian istrinya keluar dan bilang "jangan di tolongin mas, dia lagi mabuk. Biarin aja".Saya kembali ke warung tadi dan kembali duduk sambil menunggu teman yang belum selesai makannya. 

Tiba-tiba saya diam dan memikirkan kejadian tadi. "Dia itu seorang suami, ayah dari anak-anaknya. Apa yang dia lakukan? Mabuk? Pakai uang siapa? Kenapa tidak mengurusi anak-anaknya?". Entahlah, banyak sekali pertanyaan yang muncul di otak saya. Sempat saya juga berpikir, "buat apa tadi saya tolong? Biar saja dia rasakan akibatnya, berkendara sambil mabuk". Ketika saya melontarkan penyesalan saya telah menolong orang itu kepada teman saya, dia langsung menenangkan saya. Ya sudahlah, yang pentingkan niat mu menolong", katanya. Benar juga sih, tapi sampai beberapa lama saya masih benci dengan perbuatan pengemudi tadi. Mabuk. 

Sampai saat ini saya masih mempertanyakan sikap penyesalan saya setelah menolongnya. Bolehkah? atau saya harus melupakannya saja? Bisakah?

entahlah..

5 komentar:

Arman Al-Farisi mengatakan...

Mabuk cinta kali y Fam ;D hehe

fahmanug mengatakan...

ciyee arman lg d mabuk cinta..
:D

Arman Al-Farisi mengatakan...

Apaaaaannnnn Sih ............

Unknown mengatakan...

wahahahahha... pada mabok nih :p

Anonim mengatakan...

dengan dibantu mas fahma, malah insyaAllah dia sadar, gak mabuk lagi :D

yang penting niat mas, dan mas niatnya udah nolongin, terlepas dia mabuk. bener kata temannya mas :D

Posting Komentar